Rabu, 28 Juli 2010

Asal usul Kota Pekalongan

Dalam cerita “Asal usul kota Batang” dikisahkan bahwa Raden Bahu telah sukses menjalankan perintah Sultan Mataram yaitu membuka hutan Roban untuk dijadikan lahan pertanian dan juga telah membuat bendungan sebagai pengairannya. Sesampainya Raden Bahu di kesultanan Mataram, maka ia disambut dengan suka cita oleh sang Sultan dan rakyatnya.

“Engkau telah melaksanakan tugasmu dengan baik, namun masih ada tugas lain menantimu” kata sang Sultan.

“Hamba sedia setiap saat sultan” jawab Raden Bahu.

“Pergilah ke desa Kali Salak, jemputlah putri Dewi Rantansari” perintah Sultan

“Hamba laksanakan” jawab Raden Bahu

Demikianlah Raden Bahu menjalankan tugas kedua yaitu menjemput seorang putri dari desa Kali Salak untuk dijadikan istri selir sang Sultan. Desa Kali Salak merupakan sebuah desa yang terletak beberapa kilometer sebelah barat dari Kali Sambong.

Setelah sampai di desa Kali Salak, ternyata Dewi Rantansari tidak mau diboyong ke Mataram untuk dijadikan selir sang Sultan namun justru ia terpikat oleh Raden Bahu. Mungkin ia sudah mendengar akan kisah Raden Bahu dari orang-orang di sekitarnya mengingat letak desanya tidak begitu jauh dari tempat dimana Raden Bahu membuat bendungan dalam tugas pertamanya (kini Kali Salak masuk wilayah kabupaten Batang). Sebenarnya secara diam-diam Raden Bahu juga menaruh hati terhadapDewi Rantansari. Pertama bertemu, hatinya langsung tersangkut dan terpikat akan kecantikannya. Namun Raden Bahu menahan diri mengingat sang putri merupakan calon istri (selir) dari sultan, penguasa tanah Jawa. Namun tanpa disangka ternyata justru Dewi Rantansari lah yang terlebih dulu menunjukkan sikapnya yaitu tidak mau diboyong ke Mataram akan tetapi lebih memilih Raden Bahu.

Raden Bahu bingung antara memilih tugas yaitu memboyong gadis yang sudah terlanjur mencuri hatinya atau menuruti kata hatinya yaitu

Disela-sela kegelisahan Raden Bahu, maka Dewi Rantansari mempunyai ide. Dia memberitahu bahwa di sebelah barat desanya, tepatnya di desa Kali Beluk (kini masuk wilayah Warungasem, Batang), juga ada seorang putri yang tidak kalah cantiknya dengan dirinya yang bernama Endang Wuranti. Dewi Rantansari menyarankan agar Endang Wuranti yang diboyong ke Mataram. Ternyata ide ini bisa diterima oleh Raden Bahu. Maka berangkatlah Raden Bahu ke desa Kali Beluk. Ternyata Endang Wuranti mau diboyong ke Mataram untuk dijadikan selir Sultan, namun ia harus mengaku sebagai Dewi Rantansari.

Singkat cerita sampailah Raden Bahu dan Endang Wuranti di Mataram. Namun ternyata penyamaran Endang Wuranti menjadi Dewi Rantansari dapat diketahui oleh sang Sultan. Maka marahlah sang Sultan baik kepada Raden Bahu. Sang Sultan merasa telah dibohongi dan dikhianati oleh Raden Bahu, maka secara diam-diam Sultan ingin membalas sakit hatinya kepada Raden Bahu. Maka dikirimlah Raden Bahu untuk menyerang VOC (Vereenigde Oost Indishe Compagnic / Perserikatan Maskapai Hindia Timur) di Batavia.

Maka berangkatlah Raden Bahu beserta pasukannya untuk menyerang Batavia. Untuk tugas ini, Raden Bahu mengawalinya dengan bertapa seperti kalong / kelelawar (bahasa Jawa : topo ngalong) di hutan Gambiran (sekarang : kampung Gambaran letaknya disekitar jembatan Anim dan desa Sorogenen).

Dalam pertapaannya diceritakan bahwa Raden Bahurekso digoda dan diganggu Dewi Lanjar beserta para prajurit siluman yang merupakan pengikutnya. Namun semua godaan Dewi Lanjar beserta para pengikutnya dapat dikalahkan bahkan tunduk kepada Raden Bahurekso. Kemudian Dewi Lanjar, yang merupakan utusan Ratu Roro Kidul memutuskan untuk tidak kembali ke Pantai Selatan, akan tetapi kemudian memohon ijin kepada Raden Bahurekso untuk tinggal disekitar wilayah ini. Raden Bahurekso memenuhi permohonan ini bahkan Ratu Roro Kidul juga menyetujuinya. Dewi Lanjar diperkenankan tinggal dipantai utara Jawa Tengah. Konon letak keraton Dewi Lanjar dipantai Pekalongan sebelah sungai Slamaran. Sejak saat itu, daerah tersebut terkenal dengan nama Pekalongan yang berasal dari kata Topo Ngalong.

Read More..

Rabu, 07 Juli 2010

Asal - usul kabupaten Batang

Batang adalah sebuah kabupaten yang terletak antara 6º 51' 46" dan 7º 11' 47" Lintang Selatan dan antara 109º 40' 19" dan 110º 03' 06" Bujur Timur. Disebelah barat kabupaten Batang berbatasan dengan kabupaten Pekalongan dan kotamadya Pekalongan dan sebelah timur berbatasan dengan kabupaten Kendal. Sedangkan disebelah selatan berbatasan dengan kabupaten Banjarnegara dan sebelah utara adalah Laut Jawa. Luas wilayah kabupaten Batang adalah 78.864,16 Ha. Sebelum menjadi sebuah kabupaten, Batang merupakan bagian dari kabupaten Pekalongan (kini Pekalongan dipecah menjadi kotamadya Pekalongan dan kabupaten Pekalongan).

Menurut cerita masyarakat Batang dan sekitarnya, kata Batang berasal dari kata "Ngembat Watang" yang berarti mengangkat batang kayu. Hal ini diambil dari peristiwa kepahlawanan Raden Bahu Rekso, yang dianggap dari cikal bakal nama kabupaten Batang. Adapun riwayatnya diungkapkan sebagai berikut :

Tersebutlah seorang sakti dari desa Kesesi, (sekarang masuk kecamatan Wiradesa kabupaten Pekalongan) yang bernama Ki Ageng Cempaluk. Beliau mempunyai putra bernama Raden Bahu. Sejak kecil Raden Bahu sudah menunjukkan terlihat pintar dan gesit. Berkat gemblengan dari bapaknya, Raden Bahu menjadi seorang pemuda pemberani namun memiliki budi pekerti yang luhur.

Setelah beranjak dewasa dan segala bekal hidup telah dirasa cukup, Raden Bahu diperintahkan oleh bapaknya untuk mengabdi ke Mataram yang kala itu diperintah oleh Sultan Agung Hanyokrokusumo (1613 – 1628 M). Setelah mendapat do’a restu dari orang tuanya, maka berangkatlah Raden Bahu ke Mataram untuk mengabdikan diri sambil mencari pengalaman. Sesampainya disana, ternyata di istana masih ada sidang yang membahas masalah rencana pembukaan hutan Roban untuk dijadikan lahan pertanian guna mencukupi persediaan beras bagi para prajurit Mataram yang akan mengadakan penyerangan ke Batavia.

Tatkala Raden Bahu menghadap Sultan dan mengutarakan maksud dan tujuannya datang ke Mataram, sang Sultan langsung menerima karena Sultan raden Bahu menyebutkan bahwa ia adalah anak Ki Ageng Cempaluk yang merupakan teman lama sang Sultan. Namun untuk bisa diterima sebagai abdi di Mataram, Raden Bahu harus mempu menunjukkan kesetian dan pengabdiannya kepada Mataram.

Kemudian Sultan menjelaskan bahwa kesultanan Mataram saat ini akan mengadakan pembukaan hutan Roban guna dijadikan lahan pertanian. Untuk itu Raden Bahu ditunjuk sebagai pemimpinnya dan persyaratan itu diterima oleh Raden bahu.

Setelah mendapat mandat dari Sultan, maka berangkatlah Raden Bahu diiringi oleh para prajurit Mataharam guna melaksanakan tugas. Sesampainya di hutan Roban, maka dimulailah pembukaan hutan Roban oleh para prajurit Mataram yang dipimpin oleh Raden Bahu. Hambatan dan rintangan dalam pelaksanaan tugas tersebut ternyata cukup banyak. Para pekerja penebang hutan banyak yang sakit dan mati karena konon diganggu oleh jin, setan peri prayangan, atau siluman- siluman penjaga hutan Roban, yang dipimpin raja mereka Dadungawuk. Namun berkat kesaktian Bahurekso, raja siluman itu dapat dikalahkan dan berakhirlah gangguan-gangguan tersebut walaupun dengan syarat bahwa para siluman itu harus mendapatkan bagian dari hasil panen tersebut. Demikianlah hutan Roban dapat ditebang seluruhnya. Tugas kini tinggal mengusahakan pengairan atas lahan yang telah dibuka itu.

Tetapi pada pelaksanaan sisa pekerjaan inipun tidak luput dari gangguan maupun rintangan. Gangguan utama adalah dari raja siluman Uling yang bernama Kolo Dribikso. Bendungan yang telah selesai dibuat untuk menaikkan air sungai dari Lojahan yang sekarang bernama sungai Kramat itu selalu jebol karena dirusak oleh anak buah raja Uling. Mengetahui hal itu Bahurekso langsung turun tangan, Semua anak buah raja Uling yang bermarkas disebuah Kedung sungai itu diserangnya. Korban berjatuhan di pihak Uling, Merahnya semburan-semburan darah membuat air kedung itu menjadi merah kehitaman “ gowok “ , maka kedung tersebut dinamakan Kedung Sigowok.

Mendengar anak buahnya banyak yang binasa, maka Raja Uling marah dan segera turun tangan untuk melawan Raden Bahu. Dengan pedang Swedang terhunus ia menyerang Raden Bahu. Karena kesaktian pedang Swedang tersebut, maka Raden Bahu dapat dikalahkan. Maka datanglah bapaknya, Ki Ageng Cempaluk. Atas nasehat bapaknya, Raden Bahu disuruh masuk kedalam Keputren kerajaan Uling untuk merayu adik sang raja yang bernama Dribusowati seorang putri siluman yang cantik. Rupanya rayuan Raden Bahu berhasil. Dribusawati mau mencurikan pedang pusaka milik kakaknya itu dan diserahkan kepadanya dengan syarat Raden Bahu mau menikahinya. Kelak hasil dari perkawinan Raden Bahu dengan Dribusawati menghasilkan seorang putra yang bernama Raden Banteng. Setelah pedang Swedang jatuh ditanganya, Raden Bahu menyerang Kolo Dribikso kembali dan dengan mudah raja Uling tersebut dapat dikalahkannya. Dengan demikian, maka gangguan terhadap pembangunan bendungan sudah tidak pernah terjadi lagi.

Namun setelah raja Uling bertekuk lutut bahkan bersedia untuk membantu pengerjaan bendungan, yaitu dengan mengerahkan beribu-ribu anak buahnya, ternyata timbul masalah baru. Air bendungan itu tidak selalu lancar alirannya. Kadang-kadang besar, kadang- kadang kecil, bahkan tidak mengalir sama sekali. Setelah diteliti ternyata ada batang kayu (watang) besar yang melintang menghalangi aliran air. Berpuluh puluh orang disuruh mengangkat memindah watang tersebut, tetapi sama sekali tidak berhasil. Akhirnya Bahurekso turun tangan sendiri. Setelah mengheningkan cipta, memusatkan kekuatan dan kesaktiannya, watang besar itu dapat dengan mudah diangkat dan dengan sekali embat patahlah watang itu. Demikianlah peristiwa ngembat watang itu terjadilah nama Batang dari kata ngem Bat wa Tang (Batang). Orang Batang sendiri sesuai dialeknya menyebut "Mbatang". Maka sejak saat itu daerah tersebut terkanal dengan nama Batang.



Read More..

Selasa, 22 Juni 2010

Nabi Isa dan 3 orang serakah

Pada suatu hari nabi Isa as berjalan dengan seorang teman yang baru dikenalnya. Mereka menelusuri tepi sungai sambil makan roti. Mereka makan masing-masing satu potong. Dari ketiga potong roti bekal nabi Isa as tersebut, maka sekarang sisa satu potong lagi. Ketika nabi Isa as. pergi minum ke sungai dan kembali lagi, ternyata roti yang sisa sepotong sudah tidak ada. Kemudian nabi Isa as bertanya kepada temannya, "Siapakah yang telah mengambil sepotong roti ?"

"Aku tidak tahu" jawab teman barunya

Kemudian keduanya meneruskan perjalanan. Ditengah perjalanan mereka melihat rusa dengan kedua anaknya, kebetulan mereka sudah merasakan lapar setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh, maka dipanggillah salah satu dari anak rusa itu lalu disembelihnya dan dibakar. Setelah matang mereka memakannya, lalu nabi Isa as mengumpulkan tulang belulang anak rusa yang telah dimakan itu supaya hidup kembali, maka dengan izin Allah, anak rusa itu hidup kembali. Lalu nabi Isa as bertanya kepada temannya, "Demi Allah, yang memperlihatkan kepadamu bukti kekuasaanNya itu, siapakah yang mengambil sepotong roti itu?"

"Aku tidak tahu" Jawab temannya

Kemudian keduanya meneruskan perjalanan hingga sampai ke tepi sungai, lalu nabi Isa as memegang tangan temannya dan mengajaknya berjalan diatas air hingga sampai ke seberang. Sesampai di seberang, nabi Isa as berkata, "Demi Allah, yang telah memperlihatkan kepadamu bukti ini, siapakah yang mengambil sepotong roti itu ?"

Aku tidak tahu" jawab temannya lagi.

Sekarang sampailah mereka di hutan dan keduanya sedang duduk-duduk, nabi Isa as mengambil tanah dan kerikil, lalu nabi Isa as berkata, "Jadilah emas dengan izin Allah" Maka seketika itu juga kerikil itu berubah menjadi emas, lalu oleh nabi Isa as emas tersebut dibagi menjadi tiga bagian.
"Ini untukmu sepertiga, ini untukku sepertiga, sedang sepertiga ini untuk orang yang mengambil roti". Serentak teman itu menjawab, "Akulah yang mengambil roti itu"

Lantas Nabi Isa as berkata, "Ambillah semua bagian ini untukmu", kemudian keduanya pun berpisah.

Tak lama setelah perpisahan itu, orang itu didatangi dua orang perampok yang akan membunuh teman nabi Isa as itu. Namun dia menawarkan, "Lebih baik kita bagi tiga saja" dan tiga orang itu pun setuju. Kemudian salah seorang dari mereka pergi ke pasar untuk berbelanja makanan, maka timbullah perasaan orang yang berbelanja itu, "Untuk apa kita membagi emas itu, lebih baik makanan ini saya isi racun biar keduanya mati, dan emas ini jadi milikku semua". Maka makanan yang sediannya akan dibagikan kepada kedua temannya itu pun dibubuhi racun.

Sementara itu, salah satu dari dua orang yang tinggal dihutan untuk menjaga emas berkata, "Untuk apa kita membagi tiga emas ini, jika ia datang lebih baik kita bunuh saja, dan emas itu kita bagi dua" Dan temannya itu pun satuju.

Ketika orang yang berbelanja itu datang, maka dibunuhlah ia oleh keduanya. Lalu hartanya dibagi menjadi dua, kemudian keduanya makan dari makanan yang telah diberi racun itu, maka matilah keduanya. Kini tinggallah harta itu di hutan sementara mereka mati di sekitar harta itu.

Suatu ketika nabi Isa as berjalan di hutan dan menemukan emas itu, lalu nabi Isa as berkata kepada sahabat-sahabatnya, "Inilah contoh dari dunia, maka berhati-hatilah kamu kepadanya."

Demikianlah contoh sifat manusia yang serakah, yang jika dituruti hawa nafsunya, maka ketamakan tidak mengenal batas. Sebabagaimana perumpaman seseorang yang minum air laut, maka semakin diminum maka semakin dahaga.

Read More..

Senin, 21 Juni 2010

Kisah Bawang Merah dan Bawang Putih

Jaman dahulu kala di sebuah desa tinggal sebuah keluarga yang terdiri dari Ayah, Ibu dan seorang gadis remaja yang cantik bernama bawang putih. Mereka adalah keluarga yang bahagia. Meski ayah bawang putih hanya pedagang biasa, namun mereka hidup rukun dan damai. Namun suatu hari ibu bawang putih sakit keras dan akhirnya meninggal dunia. Bawang putih sangat berduka demikian pula ayahnya.

Di desa itu tinggal pula seorang janda yang memiliki anak bernama Bawang Merah. Semenjak ibu Bawang putih meninggal, ibu Bawang merah sering berkunjung ke rumah Bawang putih. Dia sering membawakan makanan, membantu bawang putih membereskan rumah atau hanya menemani Bawang Putih dan ayahnya mengobrol. Akhirnya ayah Bawang putih berpikir bahwa mungkin lebih baik kalau ia menikah saja dengan ibu Bawang merah, supaya Bawang putih tidak kesepian lagi.

Dengan pertimbangan dari bawang putih, maka ayah Bawang putih menikah dengan ibu bawang merah. Awalnya ibu bawang merah dan bawang merah sangat baik kepada bawang putih. Namun lama kelamaan sifat asli mereka mulai kelihatan. Mereka kerap memarahi bawang putih dan memberinya pekerjaan berat jika ayah Bawang Putih sedang pergi berdagang. Bawang putih harus mengerjakan semua pekerjaan rumah, sementara Bawang merah dan ibunya hanya duduk-duduk saja. Tentu saja ayah Bawang putih tidak mengetahuinya, karena Bawang putih tidak pernah menceritakannya.

Suatu hari ayah Bawang putih jatuh sakit dan kemudian meninggal dunia. Sejak saat itu Bawang merah dan ibunya semakin berkuasa dan semena-mena terhadap Bawang putih. Bawang putih hampir tidak pernah beristirahat. Dia sudah harus bangun sebelum subuh, untuk mempersiapkan air mandi dan sarapan bagi Bawang merah dan ibunya. Kemudian dia harus memberi makan ternak, menyirami kebun dan mencuci baju ke sungai. Lalu dia masih harus menyetrika, membereskan rumah, dan masih banyak pekerjaan lainnya. Namun Bawang putih selalu melakukan pekerjaannya dengan gembira, karena dia berharap suatu saat ibu tirinya akan mencintainya seperti anak kandungnya sendiri.

Pagi ini seperti biasa Bawang putih membawa bakul berisi pakaian yang akan dicucinya di sungai. Dengan bernyanyi kecil dia menyusuri jalan setapak di pinggir hutan kecil yang biasa dilaluinya. Hari itu cuaca sangat cerah. Bawang putih segera mencuci semua pakaian kotor yang dibawanya. Saking terlalu asyiknya, Bawang putih tidak menyadari bahwa salah satu baju telah hanyut terbawa arus. Celakanya baju yang hanyut adalah baju kesayangan ibu tirinya. Ketika menyadari hal itu, baju ibu tirinya telah hanyut terlalu jauh. Bawang putih mencoba menyusuri sungai untuk mencarinya, namun tidak berhasil menemukannya. Dengan putus asa dia kembali ke rumah dan menceritakannya kepada ibunya.

“Dasar ceroboh!” bentak ibu tirinya. “Aku tidak mau tahu, pokoknya kamu harus mencari baju itu! Dan jangan berani pulang ke rumah kalau kau belum menemukannya. Mengerti?”

Bawang putih terpaksa menuruti keinginan ibun tirinya. Dia segera menyusuri sungai tempatnya mencuci tadi. Matahari sudah mulai meninggi, namun Bawang putih belum juga menemukan baju ibunya. Dia memasang matanya, dengan teliti diperiksanya setiap juluran akar yang menjorok ke sungai, siapa tahu baju ibunya tersangkut disana. Setelah jauh melangkah dan matahari sudah condong ke barat, Bawang putih melihat seorang penggembala yang sedang memandikan kerbaunya. Maka Bawang putih bertanya: “Wahai paman yang baik, apakah paman melihat baju merah yang hanyut lewat sini? Karena saya harus menemukan dan membawanya pulang.” “Ya tadi saya lihat nak. Kalau kamu mengejarnya cepat-cepat, mungkin kau bisa mengejarnya,” kata paman itu.

“Baiklah paman, terima kasih!” kata Bawang putih dan segera berlari kembali menyusuri. Hari sudah mulai gelap, Bawang putih sudah mulai putus asa. Sebentar lagi malam akan tiba, dan Bawang putih. Dari kejauhan tampak cahaya lampu yang berasal dari sebuah gubuk di tepi sungai. Bawang putih segera menghampiri rumah itu dan mengetuknya.
“Permisi…!” kata Bawang putih. Seorang perempuan tua membuka pintu.
“Siapa kamu nak?” tanya nenek itu.

“Saya Bawang putih nek. Tadi saya sedang mencari baju ibu saya yang hanyut. Dan sekarang kemalaman. Bolehkah saya tinggal di sini malam ini?” tanya Bawang putih.
“Boleh nak. Apakah baju yang kau cari berwarna merah?” tanya nenek.
“Ya nek. Apa…nenek menemukannya?” tanya Bawang putih.

“Ya. Tadi baju itu tersangkut di depan rumahku. Sayang, padahal aku menyukai baju itu,” kata nenek. “Baiklah aku akan mengembalikannya, tapi kau harus menemaniku dulu disini selama seminggu. Sudah lama aku tidak mengobrol dengan siapapun, bagaimana?” pinta nenek.Bawang putih berpikir sejenak. Nenek itu kelihatan kesepian. Bawang putih pun merasa iba. “Baiklah nek, saya akan menemani nenek selama seminggu, asal nenek tidak bosan saja denganku,” kata Bawang putih dengan tersenyum.

Selama seminggu Bawang putih tinggal dengan nenek tersebut. Setiap hari Bawang putih membantu mengerjakan pekerjaan rumah nenek. Tentu saja nenek itu merasa senang. Hingga akhirnya genap sudah seminggu, nenek pun memanggil bawang putih.
“Nak, sudah seminggu kau tinggal di sini. Dan aku senang karena kau anak yang rajin dan berbakti. Untuk itu sesuai janjiku kau boleh membawa baju ibumu pulang. Dan satu lagi, kau boleh memilih satu dari dua labu kuning ini sebagai hadiah!” kata nenek.
Mulanya Bawang putih menolak diberi hadiah tapi nenek tetap memaksanya. Akhirnya Bawang putih memilih labu yang paling kecil. “Saya takut tidak kuat membawa yang besar,” katanya. Nenek pun tersenyum dan mengantarkan Bawang putih hingga depan rumah.

Sesampainya di rumah, Bawang putih menyerahkan baju merah milik ibu tirinya sementara dia pergi ke dapur untuk membelah labu kuningnya. Alangkah terkejutnya bawang putih ketika labu itu terbelah, didalamnya ternyata berisi emas permata yang sangat banyak. Dia berteriak saking gembiranya dan memberitahukan hal ajaib ini ke ibu tirinya dan bawang merah yang dengan serakah langsun merebut emas dan permata tersebut. Mereka memaksa bawang putih untuk menceritakan bagaimana dia bisa mendapatkan hadiah tersebut. Bawang putih pun menceritakan dengan sejujurnya.

Mendengar cerita bawang putih, bawang merah dan ibunya berencana untuk melakukan hal yang sama tapi kali ini bawang merah yang akan melakukannya. Singkat kata akhirnya bawang merah sampai di rumah nenek tua di pinggir sungai tersebut. Seperti bawang putih, bawang merah pun diminta untuk menemaninya selama seminggu. Tidak seperti bawang putih yang rajin, selama seminggu itu bawang merah hanya bermalas-malasan. Kalaupun ada yang dikerjakan maka hasilnya tidak pernah bagus karena selalu dikerjakan dengan asal-asalan. Akhirnya setelah seminggu nenek itu membolehkan bawang merah untuk pergi. “Bukankah seharusnya nenek memberiku labu sebagai hadiah karena menemanimu selama seminggu?” tanya bawang merah. Nenek itu terpaksa menyuruh bawang merah memilih salah satu dari dua labu yang ditawarkan. Dengan cepat bawang merah mengambil labu yang besar dan tanpa mengucapkan terima kasih dia melenggang pergi.

Sesampainya di rumah bawang merah segera menemui ibunya dan dengan gembira memperlihatkan labu yang dibawanya. Karena takut bawang putih akan meminta bagian, mereka menyuruh bawang putih untuk pergi ke sungai. Lalu dengan tidak sabar mereka membelah labu tersebut. Tapi ternyata bukan emas permata yang keluar dari labu tersebut, melainkan binatang-binatang berbisa seperti ular, kalajengking, dan lain-lain. Binatang-binatang itu langsung menyerang bawang merah dan ibunya hingga tewas. Itulah balasan bagi orang yang serakah.

Read More..
 
 

  Copyright © Dongeng 1001 Malam kumpulan dongeng dan cerita yang beredar di masyarakat